Jakarta, 5 Maret 1985
Salam,
Surat 26 Februari 1985 saya terima kemarin, juga surat terbuka Achdiat
K. Mihardja untuk teman-teman (sarjana) Australia yang dilampirkan.
Terimakasih. Lampiran itu memang mengagetkan, apalagi
menyangkut-nyangkut diri saya, dan tetap dalam kesatuan semangat kaum
manikebuis pada taraf sekarang: membela diri dan membela diri tanpa
ada serangan sambil merintihkan kesakitannya masa lalu, yang
sebenarnya lecet pun mereka tidak menderita sedikit pun. Total jendral
dari semua yang dialami oleh kaum manikebuis dalam periode terganggu
kesenangannya, belum lagi mengimbangi penganiayaan, penindasan,
penghinaan, perampasan dan perampokan yang dialami oleh satu orang
Pram. Setelah mereka berhasil ikut mendirikan rezim militer, dengan
meminjam kata-kata dalam surat terbuka tsb.: "All forgotten and
forgiven" dan revisiannya: "We've forgiven but not forgotten." Saya
hanya bisa mengelus dada. Kemunafikan dan keangkuhan dalam paduan yang
tepat, seimbang dengan kekecilan nyalinya dalam masa ketakutan. Dan
Bung sendiri tahu, perkembangan sosial- budaya-politik--di sini
Indonesia--bukan semata-mata ulah perorangan, lebih banyak satu
prosedur nasional dalam mendapatkan identitas nasional dan mengisi
kemerdekaan. Tak seorang pun di antara para manikebuis pernah
menyatakan simpati--jangan bayangkan protes--pada lawannya yang
dibunuhi, kias atau pun harfiah. Sampai sekarang. Misalnya terhadap
seniman nasional Trubus. Japo[?] Lampong. Apalagi seniman daerah yang
tak masuk hitungan mereka. Di mana mereka sekarang. Di mana itu
pengarang lagu Genjer-genjer? Soekarno mengatakan: Yo sanak, yo
kadang, yen mati m[?a]lu kelangan. Yang terjadi adalah-- masih
menggunakan suasana Jawa: tego larane, tego patine.
Salam,
Surat 26 Februari 1985 saya terima kemarin, juga surat terbuka Achdiat
K. Mihardja untuk teman-teman (sarjana) Australia yang dilampirkan.
Terimakasih. Lampiran itu memang mengagetkan, apalagi
menyangkut-nyangkut diri saya, dan tetap dalam kesatuan semangat kaum
manikebuis pada taraf sekarang: membela diri dan membela diri tanpa
ada serangan sambil merintihkan kesakitannya masa lalu, yang
sebenarnya lecet pun mereka tidak menderita sedikit pun. Total jendral
dari semua yang dialami oleh kaum manikebuis dalam periode terganggu
kesenangannya, belum lagi mengimbangi penganiayaan, penindasan,
penghinaan, perampasan dan perampokan yang dialami oleh satu orang
Pram. Setelah mereka berhasil ikut mendirikan rezim militer, dengan
meminjam kata-kata dalam surat terbuka tsb.: "All forgotten and
forgiven" dan revisiannya: "We've forgiven but not forgotten." Saya
hanya bisa mengelus dada. Kemunafikan dan keangkuhan dalam paduan yang
tepat, seimbang dengan kekecilan nyalinya dalam masa ketakutan. Dan
Bung sendiri tahu, perkembangan sosial- budaya-politik--di sini
Indonesia--bukan semata-mata ulah perorangan, lebih banyak satu
prosedur nasional dalam mendapatkan identitas nasional dan mengisi
kemerdekaan. Tak seorang pun di antara para manikebuis pernah
menyatakan simpati--jangan bayangkan protes--pada lawannya yang
dibunuhi, kias atau pun harfiah. Sampai sekarang. Misalnya terhadap
seniman nasional Trubus. Japo[?] Lampong. Apalagi seniman daerah yang
tak masuk hitungan mereka. Di mana mereka sekarang. Di mana itu
pengarang lagu Genjer-genjer? Soekarno mengatakan: Yo sanak, yo
kadang, yen mati m[?a]lu kelangan. Yang terjadi adalah-- masih
menggunakan suasana Jawa: tego larane, tego patine.